16 Cinta Demangan
Beberapa minggu sebelum berangkat KPM(Kuliah
Pengabdian Masyarakat) atau yang biasanya disebut KKN, saya merasa agak gentar
untuk terus maju. Beradaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru membuat
tiga perempat energi habis hanya untuk mikir masalah KPM. Bagaimana tidak, kami
harus beradaptasi dengan cepat dan menjalankan banyak program. Terutama program
titipan pak Camat yang satu ini, kelorisasi.
Oh tidak, bahkan saat hari raya Idul Fitri pikiran tentang KPM terus
membayangi. Yah, kami akan berangkat mengabdi di masyarakat Demangan setelah
hari raya. Meskipun ada beberapa orang yang sudah saya kenal sebelumnya,
ketakutan tak kunjung hilang. Ditambah lagi saya kelompok terakhir, saya
semakin pesimis dengan kelompok ini. Saya berada di kelompok 16 di desa Demangan
kec. Tanjunganom Kab. Nganjuk. Dalam hati saya terus menggumam kenapa saya
harus berada di kelompok terakhir. Dalam
satu kelompok anggota berjumlah 26 sampai 27 orang yang berasal dari enam
fakultas, 10 putra dan 17 putri.
Pada
saat hari pemberangkatan rasa gugup itu semakin dalam. Beberapa jam lagi saya
akan hidup dengan tujuh belas orang ini dalam satu atap. Semakin mendekati
lokasa terbayang sudah satu bulan kedepan hari-hari yang akan kami lalui
bersama. Bagi kami yang tidak membawa sepeda atau pun diantar keluarga, pergi
dengan naik bus yang disediakan kampus. Salah satu anak putra menjemput bus
setelah pembukaan di kecamatan agar tak salah arah masuk gang meskipun beberapa
diantara kami sudah pernah survei kesana termasuk saya.
Sesampainya
di kontrakan kami langsung beres-beres dan membersihkan rumah, tak lupa malam
harinya yasin dan tahlilan. Di base camp putri terdapat dua kamar tidur dan
satu tempat tidur berada di luar. Alhamdulillah saya sekamar dengan orang-orang
gokil yang gak kalah kocaknya sama warkop DKI, hehe. Bertujuh kami di kamar ini
asyik deh pokoknya. Ada dukun, corong,bule de el el. Belum ada sehari
alhamdulillah kami langsung akrab. Keesokan harinya kami pembukaan di balai desa dan sorenya pemetaan lokasi.
Hari-hari berlalu dengan penuh cerita baik
suka maupun duka. Mulailah kami bergelut dengan kegiatan-kegiatan yang
sebelumnya telah disusun pada saat rapat kemarin malam. Awal-awal berada di
Demangan, hampir setiap hari rapat, kalah DPR. Desa Demangan memiliki enam
dusun dan kami dibagi menjadi kelompok kecil saat memetakan lokasi. Meski
demikian saat ada acara kami semua ikut tanpa pandang bulu membedakan itu dusun
kami atau bukan.
Kali ini ada cerita lucu dari salah satu
teman kamar saya, mbak Nisak. Ia pergi mengikuti tahlilan dengan mbk Dia, kalau
tidak salah di dusun Banaran. Mereka berdua ini ngantuk sekali malam itu.
Tiba-tiba ibu-ibu meminta mereka untuk qiro’ah dan kebetulan lagi mereka belum
menguasai benar ilmu qiro’ah. Alhasil mereka menolak dengan halus. Nah, ibu-ibu
ini hobi banget bikin jantung dua teman saya berdegup kencang mungkin sekitar
200km/jam. Ditanyalah mereka lagi “Ya udah mbak minggu depan qiroah ya, siapa
yang mau qiroah sampeyan apa sampeyan? Sambil menunjuk dua gadis cantik ini.
Dengan gugup mereka menjawab “teman kami Bu”. Legalah mereka mendengar jawaban
tersebut. Ini nih puncaknya, acara sudah mau selesai dan mereka berdua masih
mengantuk. Ibu-ibu Banaran ini emang jago bikin orang gak ngantuk lagi.
“ Mungkin dari mbak-mbaknya mau sambutan,
silahkan”.
Disini orang-orang kalau bicara bahasanya
halus sekali, krama inggil. Kami yang tak terbiasa berbahasa krama inggil kadang
sedikit kebingungan, tak terkecuali dua teman saya ini. Mereka yang awalnya
menunduk karena ngantuk kepala terangkat secara otomatis dan matanya langsung
bersinar terang. Mbak Nisak sambutannya belepotan, bahasanya campur-campur kaya
es campur..hehe peace.
“Udah mbak kalau gak bisa bahasa Jawa pakai
bahasa Indonesia aja gpp”
Mereka tersenyum. Ujian tak berhenti sampai
disitu saja. Ramah tamah dan makanan pun dibagi. Entah nasi apa saya lupa
namanya. Mungkin karena lidah kami yang belum terbiasa dengan masakan daerah
tempat baru kami ini, rasa makanan jadi terasa baru di lidah kami. Rasanya asin
dan pedes banget. Rasa kantuk mereka hilang seratus persen. Telinga mereka
sampai terasa mengeluarkan asap karena pedas yang luar biasa.
Sekian dulu ya cerita
tentang KPM VX Unipdu kelompok XVI di
desa Demangan, tunggu cerita selanjutnya. Masih banyak cerita-cerita yang gak
kalah gokil guys……………………
Comments
Post a Comment