Goblok Ndadak


            Pagi itu langit sedikit mendung. Ku langkahkan kakiku dengan sedikit pelan sambil menikmati pemandangan di pagi hari. Setelah sampai di sekolah ku lihat seseorang memakai baju biru gelap melintas di depan perpus. Seperti biasanya pengagum rahasia hanya bisa menatap jauh, sejauh jarak Indonesia Perancis. Orang bilang jatuh cinta berjuta rasanya. Eitz, tapi kalau jatuh cinta sendirian rasanya biasa aja, yang ada galau dan baper. Nah, ini fenomena yang lagi merajalela di kalangan remaja. Fenomena baper kini banyak menghinggapi dunia remaja. Yah, baper alias bawa perasaan seringkali membuat banyak remaja galau. Dikit dikit bawa perasaan, lihat orang gandengan baper, lihat muda mudi jalan bareng baper dan masih banyak fenomena lain yang membuat remaja jadi baper. Mungkin kalau gak baper gak dianggap kekinian kale, padahal gak harus gitu juga.
            Mungkin aku juga sedang kena virus baper pas lagi lihat idola lewat di depan perpus. Dengan gayanya yang cool dengan santainya ia lewat. Udah lama jadi pengagum rahasianya tapi dia ya gitu-gitu aja. Namanya juga pengagum rahasia yam au gimana lagi. Yang namanya rahasia ya pasti disimpan rapi biar gak ada yang tahu. Tapi lagi-lagi pengagum rahasia sebenernya ingin rahasianya diketahui oleh yang diharapkan. Emang aneh rahasia yang satu ini, malah pengen ditunjukin. Sering aku merenung dalam sepi, memikirkan hal yang tak mungkin. Sedih berkepanjangan dan rasanya tersiksa sekali, tapi yah itu memang resikonya. Untuk saat ini aku hanya boleh fokus pada sekolah, karena masih banyak hal yang ingin ku raih. Perjalanan masih panjang. Hal itu selalu ku lakukan untuk menghibur diriku yang sedang baper.
            Keajaiban terjadi beberapa minggu ini. Ia yang diam-diam ku kagumi perlahan mendekat. Senang bercampur penasaran bercampur menjadi satu dalam perasaanku. Senang karena orang yang dikagumi mendekat. Tapi disisi lain aku penasaran. Apa yang membuatnya bisa perlahan mendekat kepadaku. Ada angin apa ini, gumamku dalam hati. Bagaimana ia tahu perasaanku padanya, pertanyaan itu selalu tergiang dalam pikiranku. Dari sorot matanya terlihat bahwa ia juga menyimpan perasaan padaku dan ia telah mengetahui perasaanku padanya. Tafsiran-tafsiran itu mengaduk-aduk perasaanku. Selidik demi selidik ternyata ia tahu perasaanku melalui tulisan blog ku yang terkadang ku bagikan atau share di facebook dan twitter. Ia pernah membaca tulisanku dan tepat ketika tulisan itu berua cerpen yang menceritakan tentang ia.
            Ia adalah temanku sewaktu duduk di kelas X. Kami memang tidak terlalu dekat tapi ya kadang-kadang ngobrol-ngobrol, sharing layaknya seorang teman. Namun jauh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam tersimpan rasa kagum. Diam-diam ia juga menyimpan perasaan padaku tanpa ada yang mengetahui, bahkan aku juga tak tahu bagaimana perasaannya padaku. Menyapa pun jarang sekali. Aku lebih banyak menunduk dari pada harus menatapnya. Tak sanggup rasanya bila aku harus menatap matanya yang indah itu. Ia ingin sekali menyapaku namun karena aku sudah terlanjut menunduk ia pun mengurungkan niatnya untuk menyapaku.
            Rasa itu terus tersimpan rapi hingga waktu itu ada acara di sekolah. Acara class meeting ini diadakan setiap tahunnya. Tahun ini ada sesuatu yang berbeda. Ada penambahan lomba yakni menyanyi. Tahun tahun sebelumnya menyanyi ditampilkan oleh band sekolah yang sebagai rangkaian acara hiburan. Kali ini kami duduk di kelas XI.Kami terpisah oleh jurusan. Aku di jurusan bahasa sedangkan ia jurusan IPA.
            Meski kami pernah ngobrol dan bercanda bareng tapi aku tak tahu selalu malu-malu di hadapannya. Sepertinya ia juga seperti itu, malu-malu. Setelah aku merasa ia mulai mendekat, aku berusaha untuk menjaga perasaannya. Kurasa dia juga begitu. Biasanya ia mendekati beberapa perempuan bahkan di depanku. Namun setelah membaca tulisanku dan ia tahu perasaanku yang sebenarnya ia juga mulai menjaga perasaanku. Dia yang biasanya bersama seorang dari lain kelas tak pernah lagi terlihat bersama. Ketika ada acara bersama pun ia tak menghamiri perempuan tersebut. Ketika lomba menyayi dimulai, ia bersiap-siap dengan dua orang temannya. Ia sebagai gitaris sedangkan dua temannya menjadi vokalis dan pianis.
            Sebagai panitia yang bertanggungjawab dalam lomba menyayi aku dan beberapa panitia lainnya stand by di sekitar panggung. Dari tadi aku melihatnya memotret beberapa penampilan dari peserta lainnya. Beberapa saat sebelum penampilannya tiba-tiba ia datang menghampiriku. Datang dari samping yang sebelumnya aku tak melihatnya berjalan ke arahku.  
“ Hana, minta tolong difotoin ya aku mau tampil” sambil tersenyum manis dan malu-malu.
            Kaget, terkejut dan gak menduga. Mau menjawab iya saja rasanya mulutku tak mau dibuka. Saat itu aku seperti bodoh mendadak, kalau orang Jawa bilangnya goblok ndadak yang artinya bodoh mendadak. Saking kagetnya aku sempat bengong beberapa saat karena tak menduga sebelumnya ia bakalan menghampiriku seperti itu.
“Oh iya” jawabku singkat dengan sedikit gugup.
            Kenapa harus aku padahal di sekitarku banyak penonton dan panitia lain yang nganggur. Tapi aku senang sekali, setelah sekian lama aku menantikan bisa berbicara dengannya walau hanya satu kata. Kali ini Allah menjawab doaku. Disaat yang tak pernah ku sangka ia justru datang dengan segala keramahannya. Waktu aku mengambil gambar dari kamera yang ia berikan padaku, ia terus menatapku dengan wajah yang tak seperti biasanya, seperti ada rasa yang ia pendam.
            Setelah selesai tampil ia menghampiriku kembali untuk mengambil kamera.
            “Hana, gimana tadi udah difotoin?”
            “Udah, ini kameranya”
            “Wah bagus, makasih ya Hana”
            “Iya, sama-sama”.
            Hari itu juga ketika pulang sekolah, ia memanggilku ketika aku sampai di gerbang sekolah. Ada suara yang memanggil namaku.
            “Hanaaa”
            Aku langsung menoleh ke belakang dan jantungku rasanya mau copot melihat Adit yang memanggilku. Segera ku hentikan kakiku yang sedang mengayuh sepeda.
            “Hana pulang sendiri?” Tanya Adit.
            “Iya, kenapa?”
            “Eemm, aku mau ngonong sama Hana”
            “Ngomong apa?”
            “Aku sayang kamu” sambil tersenyum manis. 
            Mendengar kata itu aku bodoh mendadak lagi, bengong beberapa detik dan bingung mau jawab apa. Setelah itu kami pulang bersama-sama.
           

Comments

Post a Comment