Tahajud di Angka 20


            19 tahun yang lalu aku tak pernah aku rasakan bagaimana rasanya meniup lilin di malam ulang tahun. Tapi kini, aku bisa merasakan bagaimana senangnya meniup lilin di hari ulang tahun. Hari itu, sejak sore aku terbaring sakit sementara karena asam lambungku meningkat ketika aku selesai berlatih tari. Ba’da magrib aku terbangun karena temanku membangunku untuk makan. Aku meminta maaf karena aku tak bisa makan dan dan hanya meminum segelas teh hangat dan minum obat.
            Rasa sakit itu telah hilang, tapi aku tetap tidur karena badanku masih terasa lemas sekali. Bahkan tadi sore  aku belum mandi. Aku hanya mengambil air wudlu lalu shalat isya’ dan tidur lagi. Di tengah-tengah waktu tidur aku terbangun beberapa kali, mungkin karena aku sudah terlalu tidur. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Aku mendengar suara beberapa orang temanku yang mengambil lilin, membeli roti dan snack dsb. Salah satu diantara mereka datang kepadaku dan mengucapkan “hai, Nisa sudah bangun, makan dulu yok”.
“Sudah, terima kasih mbak, kalau dibuat makan rasanya pengen balik”.
“Ini nasinya kasihan kalau gak dimakan”.
“Buat mbak aja nasinya”.
Aku mempersilahkan temanku untuk memakan nasi yang ku beli sore tadi dari pada harus dibuang. Selang beberapa menit aku tidur lagi, tapi aku masih bisa mendengar suara ramai orang-orang di kamar. Maklum, di asrama satu kamar diisi beberapa banyak orang.  Jam 11 malam aku terbangun lagi,aku masih mendengar suara beberapa orang tadi. Semakin larut malam suasana semakin hening dan tinggal beberapa orang yang masih bertahan melawan rasa kantuknya ditemani paduan suara jangkrik dan kodok.
Satu jam kemudian suasana di kamar tetap sama. Aku teringat kalau besok adalah hari ulang tahunku yang ke 20. Mungkin karena sakit tadi, jadi aku lupa dengan hari dimana aku bertemu mahluk-mahluk di bumi ini. Dalam hati kecilku aku sempat berfikir, apakah teman-teman tadi mempersiapkan ulang tahunku. Tapi, apa mungkin. Aku tetap saja tidur.
Tepat pukul setengah satu dengan suasana kamar yang gelap karena lampu dimatikan seperti biasanya, empat orang temanku mendatangiku. Dengan perlahan mereka membangunkanku.
“Nisa,happy birthday to you,happy birthday happy birthday happy birthday to you”.
“Ayo tiup lilinnya dulu” sahut diantara mereka.
“Eitz, sebelum tiup lilin berdo’a dulu”.
Setelah memohon kepada Allah tentang beberapa permintaanku aku meniup lilin dengan perlahan. Dalam hati kecil, aku berdo’a agar Allah selalu memberiku kesehatan dan segala yang baik-baik. Beberapa menit kemudian kakiku melangkah menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu. Sejak kecil ibuku sudah mengajariku untuk sedikit demi sedikit melaksanakan shalat tahajud. Tapi, belum pernah aku meletakkan kepalaku di posisi terbawah ketika hari ulang tahunku dan baru kali ini. Itu karena setiap ulang tahunku aku tak pernah merayakannya di malam hari dan mungkin bertepatan ketika aku sedang tidak shalat tahajud. Aku sangat bersyukur bisa merasakan meniup lilin di malam ulang tahun. Terima kasih Allah kebahagiaan ini akan menjadi kenangan yang sangat indah dan tak bisa terhapus oleh waktu.


Comments