“Permisi mbak,
lagi nunggu siapa?” Tanya seseorang kepada Maida.
“
Lagi nunggu bus mas”.
Ternyata
orang itu juga sedang menunggu bus, ia pun mengajak Maida untuk berkenalan. Ia
mengulurkan tangannya ke Maida namun ia meletakkan tangan di depan dada sambil
tersenyum. Lelaki itu pun tersenyum dan ikut meletakkan tangan seperti Maida.
Hari itu hujan turun dengan derasnya dan bus yang biasanya banyak berlalu
lalang kini hampir setengah jam belum lewat juga. Sambil mereka
berbincang-bincang bus yang mereka tunggu pun datang. Mereka berdua naik dan
duduk bersebelahan karena tak ada tempat duduk yang kosong lagi. Maida turun terlebih dahulu sedangkan lelaki tadi
masih melanjutkan perjalanannya.
“
Permisi mas, saya turun dulu assalamualaikum”
“
Waalaikumsalam, hati-hati mbak” .
Lelaki
itu turun di sebuah restoran berbintang untuk menemui seorang lelaki yang sudah
menunggunya sejak satu jam tadi. Ia berusaha menenangkan lelaki yang sudah lama
menunggunya tadi karena ia merajuk.
“
Sayang, jangan marah ya tadi itu ban mobilku bocor, aku telpon sopir dan aku
kesini naik bus”
“
Kamu itu selalu kayak gitu udah sejam loh aku nunggu kamu”. Dengan usaha keras
akhirnya ia berhasil menenangkan lelaki yang merajuk tadi. Mereka makan malam bersama sambil bercanda
ria. Setelah makan malam selesai mereka pulang ke kos-kosan lelaki yang merajuk
tadi. Ketika tengah malam salah satu diantara mereka terbangun karena mimpi
buruk.
“
Ada apa Roby?”
“
Aku baik-baik saja”
Roby
adalah seseorang yang bertemu Maida di halte tadi sore. Keesokan harinya Roby
pergi bekerja, ia seorang general manajer sebuah hotel ternama di kotanya.
Tanpa disangka-sangka ia bertemu Maida di lift ketika hendak menuju lantai 9.
Mereka berdua sama-sama ingat dengan orang yang kali ini ada di hadapan mereka.
Maida akan mengikuti seminar di ballroom hotel tersebut. Di ruangan kerjanya
Roby senyum-senyum sendiri teringat wajah manis Maida yang baru saja ia temui.
Siapa gadis itu, gumamnya dalam hati, sepertinya ia ingin mengenal Maida lebih
dalam. Sejak saat itu ia sering memikirkan Maida, bahkan suatu hari saking
inginnya dia bertemu Maida, ia pergi ke halte tempat pertama kali ia bertemu Maida,
tapi ia tak dapat menemukan apa yang ia cari. Ketika ia pulang dari kantor, tak
sengaja ia melihat sosok perempuan yang mengajar anak-anak jalanan di kolong
jembatan, tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri sekolah darurat itu. Ia tak
mau mengganggu Maida hingga akhirnya ia menunggu sampai hampir 2 jam.
Setelah
Maida keluar dari sekolahan itu, Roby menghampirinya.
“Assalamualaikum
Maida”.
“
Waalaikumsalam, mas Roby?”
“
Iya”.
Roby
mengajak Maida untuk makan bersama sembari mengenalnya lebih dalam. Namun karena
terdengar adzan magrib Maida mengajak untuk shalat magrib terlebih dahulu.
Lalu, Maida menunjukkan warung yang terkenal enak dan murah tempat dimana ia
biasanya makan. Roby terkesan dengan kesederhanaan dan kebersahajaan Maida.
Waktu sudah sedikit malam maka sudah saatnya Maida untuk pulang. Roby
mendatangi Beni di kos-kosannya, yah Beni adalah kekasih Roby. Pasti tak ada
yang menduga lelaki setampan dan semapan Roby adalah seorang gay. Meskipun
seorang gay tapi mereka tak melakukan hal-hal yang terlalu jauh. Beni dan Roby
mempunyai latar belakang pendidikan agama yang bagus tapi entah apa yang
membuat mereka sampai seperti itu. Beni merasa ada yang berbeda dari
kekasihnya, tapi Roby selalu berusaha meyakinkan Beni bahwa semuanya baik-baik
saja. Di kos-kosan Roby tak henti-hentinya membayangkan wajah Maida hingga
membuat Beni kesal terhadapnya.
“
Roby, kamu kenapa sih dari tadi diem aja gak kayak biasanya” bentak Beni.
“
Sayang, aku baik-baik saja, kamu jangan marah gitu dong”.
Setelah
bertengkar hebat, Beni mengusir Roby dari kosnya. Roby pun bergegas untuk
pulang dengan perasaan yang kalut. Beberapa hari kemudian Maida bertemu dengan
Beni ketika ia mengembalikan daftar presensi dosen konsorsium yang mengajar di
fakultasnya.
“Permisi
mas, mau tanya ruangan bapak Ahwan dimana ya?”
“
Ini lurus aja mbak trus belok kiri”.
“Terima
kasih mas”.
Beni bingung
dengan perasaannya sendiri, kali ini tiba-tiba saja ia mulai tertarik lagi
dengan perempuan setelah beberapa tahun ia tak pernah ada rasa ketertarikan
pada kaum hawa. Ia mulai mencari tahu tentang Maida dan mengikuti kegiatan yang
sama dengannya agar ia bisa lebih akrab. Roby bertemu Beni di jalan, tak
sengaja Maida berjalan di belakang Beni,ia melihat pertengkaran hebat Beni dan
Roby. Akhir-akhir ini Maida mulai menyimpan perasaan pada Roby tapi ia berusaha
menyimpannya rapat-rapat. Maida tak kuasa mendengar dan melihat apa yang
terjadi tepat dihapannya saat ini. Roby marah pada Beni karena tiap dihubungi
selalu tak bisa padahal Roby ingin membicarakan sesuatu.
“
Aku ingin bicara sama kamu Beni, kenapa kamu selalu gak bisa dihubungi “.
“
Kamu mau ngomong apa gak ada yang perlu dibicarakan lagi”.
“
Aku ingin mengakhiri semua ini, aku ingin tobat, aku gak mau jadi gay lagi aku
mau jadi manusia normal Ben”.
Mendengar
apa yang diucapkan Roby, Maida langsung meninggalkan tempat dengan perasaan
yang tak karuan. Setelah sampai di masjid ia langsung mengambil air wudhu dan
shalat ashar. Di atas sajadah ia menumpahkan tangisnya kepada Allah SWT, ia tak
menyangka orang sudah mulai dicintainya adalah seorang gay. Dengan langkah
gontai ia menuju rumah. Kini, ganti Roby yang sampai di masjid untuk shalat
magrib, ia bertaubat kepada Allah atas perilakunya selama ini yang menyalahi
agama.
Berawal dari
kekagumannya pada sosok Maida ia mulai menyukai gadis yang hobi olahraga
panahan ini. Beni pun juga bertaubat, ia terinspirasi oleh Maida yang baru saja
ia kenal. Setelah mengenal Beni beberapa saat terakhir ini Maida teringat bahwa
ia adalah orang yang pernah dilihatnya bertengkar dengan Roby. Namun ia
berpura-pura seakan-akan tidak tahu.
“Maida, besok
aku wisuda kamu datang ya?” kata Beni.
“InshaAllah”
jawab Maida sambil tersenyum.
Setelah acara
wisuda selesai Maida memberi ucapan selamat dan berfoto bersama dengan
wisudawan lainnya. Tiba-tiba handphone Maida berdering, ia segera
mengangkatnya. Ternyata itu adalah telepon dari Roby. Maida mohon izin pada
Beni untuk pamit terlebih dahulu. Ia ingin bertemu Maida dan mengajaknya ke
suatu tempat yang pastinya disukai Maida, yah tempat itu adalah tempat olahraga
panahan. Namun, Maida menolaknya tanpa mengurangi rasa sopan karena ia tak mau
membiarkan rasa cinta yang mulai muncul itu semakin dalam, ia ingin membuang
semua rasa itu. Roby bisa memahami semua itu karena ia tahu bahwa Maida memang
orang yang sibuk jadi ia berfikir bahwa Maida memang sedang tak punya waktu.
Maida
merasa Roby dan Beni mempunyai perasaan yang sama terhadapnya, ia selalu
berdo’a agar mereka tidak pernah tahu kalau orang yang mereka sukai adalah
orang yang sama. Pagi tadi, ia meminta izin kepada orang tuanya untuk pulang
agak telat karena mengajar ngaji di panti asuhan dekat kampusnya. Bus yang ia
tunggu tak kunjung lewat hingga akhirnya ia memutuskan menunggu bus sembari
berjalan. Di tengah perjalanan ia melihat seorang mahasiswi yang dirampok
sambil berteriak.
“
Toloooong, toooolong”…
Maida
yang pernah belajar silat pun merasa terpanggil untuk membantu sesama yang
membutuhkan pertolongan. Tak semua orang yang mau melakukan hal seperti Maida
karena kurangnya rasa kepedulian terhadap sesama. Dalam hatinya ia hanya
berdo’a memohon pertolongan kepada Allah dan membulatkan tekad. Ia harus
berjibaku melawan tiga orang berbadan kekar sebelum akhirnya ada 5 orang pemuda
yang kebetulan lewat ikut membantunya. Setelah tas dan laptop mahasiswi tadi
berhasil diambil kembali dan ketiga rampok itu pergi, baju Maida berlumuran
darah karena tertusuk oleh pisau perampok tadi. Banyak sekali orang yang
mengerumuninya dan ketika akan dibawa ke rumah sakit Maida menghembuskan nafas
terakhirnya setelah mahasiswi yang ia bantu tadi mengucapkan terima kasih. Air
mata mahasiswi itu berlinang melihat Maida yang menahan rasa sakit. Roby yang
kebetulan lewat di jalan itu pun memberhentikan mobilnya. Ia tak kuasa menahan
air mata, melihat orang dicintainya meninggalkannya untuk selamanya. Ia pun
membawa pulang jenazah Maida ke rumahnya. Betapa kaget orang tuanya melihat
anak bungsunya pergi menghadap Sang Khaliq dan mendahului mereka.
Namun
orang tuanya, Roby dan semua orang bangga dengan aksi heroik Maida yang peduli
terhadap sesama. Beni juga datang ke rumah Maida untuk memberikan penghormatan
terakhir dan sama seperti Roby,Beni pun tak kuasa menahan tangisnya karena
kepergian Maida. Setelah pemakaman Maida Roby tak sengaja bertemu dengan Beni.
Mereka saling meminta maaf dan saling bertanya bagaimana mereka bisa ada di
sini. Mereka berdua bercerita dan mendo’akan Maida karena ia adalah inspirasi
Beni dan Roby untuk kembali ke jalan yang benar. Mereka berdua meletakkan mawar
putih di atas makam Maida. Putih melambangkan kesucian seperti hati Maida yang
suci dan ikhlas menolong sesama.
Comments
Post a Comment