Alhamdulillah, lewat tulisan ini saya menjadi runner up lomba menulis frankofoni yang diadakan lesehan Prancis Unipdu.
SEJAJAR KAKI ZIDANE
Kriiingggg…. Suara jam beker kamarku
berbunyi. Aku kesiangan hari ini, tadi setelah shalat subuh aku tidur lagi,
jadinya kesiangan deh.
‘’
Hanif, jadi dari tadi kamu belum bangun? Tanya ibu.
‘’Iya
bu, maaf Hanif ngantuk sekali’’.
Setelah
berpamitan pada ibu, aku langsung berangkat sekolah, kebiasaanku berangkat
sekolah dengan berjalan kaki, jarak antara rumahku tidak terlalu dekat dan
tidak terlalu jauh, sekitar 4 km. Alhamdulillah untung saja aku tidak
terlambat, meskipun 5 menit lagi aku sudah pasti tak boleh masuk kelas. Ketika
pulang sekolah, tiba-tiba aku teringat ayahku, sejak berumur 7 tahun aku tak
pernah lagi bisa menatap wajah ayahku. Ibu juga tak pernah memberitahu kenapa
ayahku tak pernah pulang sejak ia diberangkatkan ke Prancis 11 tahun lalu dalam
kerjasama Indonesia dengan Prancis dalam bidang militer.Sejak duduk di bangku
SMP aku membantu ibu, bekerja sebagai petugas yang membersihkan pesawat di
bandara karena aku tak tega membiarkan ibu menjadi satu-satunya tulang punggung
keluarga. Dulu, ketika masih ada ayah ibu tak boleh bekerja, ayah ingin ibu mengurus
anak-anaknya di rumah, tapi ketika ayah tiba-tiba menghilang ibu membuka toko
kecil untuk menghidupi aku dan adik perempuanku.
Ayahku adalah seorang tentara, dan
aku sangat merindukannya. Aku tak tahu kapan aku bisa bertemu dengannya, apakah
aku harus pergi ke negeri Napoleon Bonaparte itu, Indonesia dan Prancis
sangatlah jauh, bahkan untuk pergi ke negeri tetangga saja aku tak berani
membayangkan. Sebuah perubahan besar terjadi tepat di usiaku yang ke 18, aku
bertemu dengan seorang turis ketika aku sedang membersihkan pesawat, dan
parahnya ketika aku sedang bermain bola di dalam pesawat. Entah apa yang ada
dalam pikiranku saat itu, tapi itulah campur tangan tuhan yang mengantarku
pergi ke Prancis. Ia pergi ke Indonesia karena ditugaskan untuk mencari
bakat-bakat sepak bola U-19 yang akan TC di klub Paris Saint Germain, Prancis
dan orang yang pertama kali ia temukan adalah aku, katanya.
Wow, tres
bien. Meskipun ia memuji menggunakan bahasa Prancis tetapi ia lancar
berbahasa Indonesia, dan aku pun mulai tertarik untuk belajar bahasa Prancis. Sejak
pertemuan itu, aku menjadi sahabat turis yang bernama messieurs Jack
Blanc itu, dengan sabar ia mau mengajariku bahasa Prancis. Setiap hari sabtu malam
aku datang ke tempatnya untuk belajar bahasa Prancis dan Kata pertama yang ku
dengar adalah Bonjour yang artinya bisa selamat pagi, selamat siang dan
selamat sore. Bon artinya selamat dan jour artinya hari, jadi bonjour
bisa dipakai untuk ucapan selama seharian. Alhamdulillah, aku adalah orang yang
sangat beruntung, karena tanpa seleksi aku bisa TC di Prancis, mudah-mudahan
saja aku bisa bertemu ayahku dan bertemu Zinadine Zidane, pemain sepak bola
asal Prancis yang kuidolakan sejak lama. Yah, impianku memang ingin menjadi
pemain sepak bola professional yang bisa go internasional.
‘’
Hanif, kamu yakin akan berangkat ke Prancis nak?’’
‘’
Iya ibu, Hanif ingin meraih impian Hanif
bu, aku mohon ibu mau mendo’akan dan memberikan restu untuk Hanif’’.
‘’
Berhati-hatilah, jaga dirimu baik-baik nak, berjanjilah pada ibu bahwa kamu
akan kembali’’ ibu memelukku sambil
menangis.
Aku
berjanji pada ibu bahwa aku akan kembali, mungkin ibu trauma karena ayahku
pergi ke Prancis dan tak kunjung kembali hingga sekarang. Dengan berat hati ibu
melepas putra kecilnya yang kini tumbuh menjadi remaja yang berjuang meraih
impiannya dan berjuang menemukan ayahnya. Sampai detik ini pun ibu tak pernah
tahu penyebab menghilangnya ayahku, makanya beliau tak pernah memberitahuku.
Hari ini adalah hari keberangkatanku bersama 9 anak Indonesia lainnya yang
berangkat ke Prancis, Setelah sampai di bandara internasional Charles de
Gaulle, kami langsung menuju camp dan beristirahat. Keesokan harinya kami
mendapat pelatihan yang sangat luar biasa, dan tanpa kami sadari ternyata
setiap hari permainan kami dipantau oleh seorang Zinedine Zidane yang pada hari
terakhir kami di TC di klub Paris Saint Germain, tiba-tiba Ia datang dan sorak
sorai kami menyambutnya.
Woooooo,,,
suara kami menyambutnya.‘’ Merci beacoup’’ kata Zinadine Zidane.
Tiba-tiba ia memangilku maju ke depan dan mengajakku adu juggling dengan
berbahasa Inggris karena para peserta berasal dari seluruh penjuru dunia.
‘’
Hanif Fahreza Akbar from Indonesia come
forward ’’. Aku maju ke depan dan juggling bersamanya, ia minta kami berdua
difoto, saat itu kakiku bisa berdiri tegak sejajar dengan kaki Zidane. Setelah
meet and greet dengan Zinedine Zidane, kami diajak jalan-jalan berkeliling beberapa
kota yang ada di Prancis.Di dalam bus ia mengajakku sedikit berbicara bahasa
Prancis. Meskipun sudah tau namaku ia mengajakku berkenalan lagi.
‘’
Je suis Zidane, et vous’’?
‘’
Je’ mapelle Hanif , Je suis Indonesien’’. ‘’ Aaa,
Oui.
Di luar dugaanku rombongan kami sempat
berhenti di sebuah masjid yang ada di Prancis, Ketika yang lain menikmati
kemegahan masjid, Zinadine Zidane mengajakku menemui imam besar masjid
tersebut, Zidane menganggap Iman besar itu adalah orang yang menginspirasinya,ia
adalah Pak Imam dari Indonesia. Entah mungkin karena ikatan batin antara ayah
dan anak, aku merasa dekat dengan beliau. Ia bertanya padaku.
‘’
Siapa namamu nak?’’ ‘’ Hanif Pak’’. Mungkin mendengar nama Hanif Pak Imam ingat
dengan putranya di Indonesia.
‘’Hanif
siapa nak’’?
‘’
Hanif Fahreza Akbar Pak’’. Ia langsung memelukku dan bertanya segala tentang
identitasku, akhirnya beliau tahu kalau aku adalah anaknya. Ternyata ayah tak
kembali ke Indonesia karena ketika tugas ayah sempat kecelakaan dan patah kaki,
beliau tak mau pulang karena tak mau membebani ibu dan kami, anak-anaknya. Ayah
menjadi imam besar di salah satu masjid di Prancis, dan baru satu tahun ini
kakinya pulih kembali, mendapat bantuan pengobatan dari pemerintah Prancis dan
duta besar Indonesia. Aku memberi tahu kalau sikap ayah kurang bijak, mungkin
kali ini Allah menjawab do’a ayah yang ingin kembali ke Indonesia bertemu
keluarganya kembali dan melepas jabatannya sebagai imam besar masjid ke
seseorang yang dianngapnya pantas. Perjalanan kali ini bukan hanya perjalanan
biasa tapi juga perjalanan hati untuk meraih impian. Terima kasih tuhan, terima
kasih Allah.
BIODATA SINGKAT
PENULIS
Cerpen ini ditulis oleh Nanda Ruli
Maulidiyah, ia lahir pada 1 Mei 1995 di Mojokerto. Penulis yang berasal dari
kota Majapahit ini kini sedang menempuh pendidikan S1 nya di Universitas
pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang, semester 4 di Fakultas Bahasa dan sastra
prodi Sastra Inggris. Penulis cerpen ini memiliki hobi menulis dan berolahraga,
khususnya badminton.
Comments
Post a Comment