Literasi, Jembatan Menuju Indonesia Emas

Menurut data UNESCO minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca. Selain itu riset yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara soal minat membaca. Dari data tersebut dapat disimpulkan jika minat baca orang Indonesia masih sangat rendah. 

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia adalah kurangnya akses dan fasilitas terutama yang berada di daerah terpencil. Berdasarkan pengamatan beberapa pegiat literasi sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki potensi minat baca yang cukup tinggi namun belum bisa menjadi sebuah kebiasaan atau budaya. Padahal dengan membaca pengetahuan seseorang akan dunia menjadi lebih luas dan terbuka. Dengan terbukanya wawasan akan menjadikan seseorang menjadi lebih bijak dan memandang sesuatu tidak hanya dari satu sudut pandang. Dengan begitu perpecahan akan lebih mungkin untuk dihindari karena berita-berita yang belum tentu kebenarannya. Dengan membaca pula kita bisa tahu banyak hal tentang kesehatan, lingkungan, pendidikan, sastra dan lain sebagainya.

Untuk menumbuhkan minat baca masyarakat pemerintah telah menggagas sebuah terobosan yakni Gerakan Literasi Sekolah melalui Permen Dikbud No 23 Tahun 2015, tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang salah satu kegiatannya adalah 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum pembelajaran dimulai. Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan minat baca siswa serta menumbuhkan karakter positif warga sekolah.

Gerakan Literasi Masyarakat ini dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD Dikmas) sebagai tindak lanjut dari program pemberantasan buta aksara. Pendidikan karakter atau character building sebaiknya diterapkan sejak anak usia dini karena sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya serta membantu anak untuk mengolah emosi menjadi lebih matang. Kecerdasan emosi merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan yang penuh tantangan baik dalam hal akademis, berbangsa dan beragama. Salah satu cara untuk membangun character building adalah dengan menerapkan gerakan literasi.

Tidak hanya di sekolah melalui gerakan-gerakan literasi atau rumah baca kita juga bisa menerapkan gerakan literasi sekaligus membantu pemerintah. Dengan begitu gerakan literasi akan semakin gencar dan karakter anak akan lebih kuat. Akses dan fasilitas pun akan lebih banyak dan semakin mudah dijangkau dengan adanya komunitas-komunitas atau rumah baca yang pastinya bergerak di bidang literasi.

Berdasarkan pengalaman saya sebagai pegiat literasi di Mojokerto saya dan rekan-rekan menawarkan beberapa gebrakan yang mungkin sedikit berbeda dengan metode di sekolah dalam bidang literasi. Kami membuka lapak baca di area CFD (Car Free Day) di beberapa tempat di Mojokerto. Kami sediakan buku bacaan serta buku gambar dan mewarnai. Selain itu kami juga menyediakan ular tangga raksasa untuk anak-anak bermain sambil belajar. Siapapun boleh datang dan membaca buku di lapak kami. Kami akan temani anak-anak yang membaca sembari bertanya jawab seperti apakah isi buku yang mereka baca atau bertukar pikiran dengan kami. Jika mereka lelah membaca biasanya mereka akan meminta bermain ular tangga raksasa. Disitu ada beberapa gambar hewan. Dan setiap mereka berhenti di salah satu angka akan kami tanya gambar hewan apakah yang mereka pijak atau mungkin bahasa Inggrisnya. Setelah mereka lelah dan akan beranjak dari lapak kami, akan kami beri hadiah pensil sebagai apresiasi karena sudah mau mampir di lapak baca kami. Anak-anak tetap bisa membaca, menggambar tanpa harus menunggu datang ke sekolah terlebih dahulu. Jadi akses dan fasilitas akan lebih mudah didapat oleh anak-anak.

Sebagai manusia yang memiliki hobi menulis membawa saya bertemu dengan teman-teman yang memiliki rumah baca. Saya sangat mengapresiasi teman-teman di rumah-rumah baca yang memiliki program-program untuk membentuk karakter adik-adik Indonesia. Terkadang para pengurus rumah baca mendatangkan penulis untuk berbagi ilmu menulisnya atau pendongeng untuk berbagi kisah-kisah yang sarat akan makna dan pelajaran hidup. Disitulah karakter adik-adik juga bisa terbentuk. Sebagai contoh kakak pendongeng menceritakan sebuah kisah denga tokoh-tokoh yang memiliki sifat baik. Secara tidak langsung anak-anak akan mencontoh sikap baik tokoh yanng diceritakan kakak pendongeng tersebut. Disitulah peran kami sebagai generasi muda (https://www.golonganhutan.id/) yang semoga bisa membantu dalam membentuk karakter anak-anak bangsa. 

     Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak. Mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama yakni keteraturan interior dengan setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai.  Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian dan membuat seseorang teguh pada prinsip serta tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal itu dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh oleh desakan dari pihak lain. Keempat yakni keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik. Kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. Karakter itulah yang menentukan bentuk seorang pribadi dalam segala tindakannya.

https://www.kompasiana.com/andimuhammadasbar/59b7f8eb085ea603273cbe12/asa-pendidikan-karakter

Dengan memiliki karakter yang kuat seseorang akan mampu menjadi pemimpin bagi dirinya  sendiri dan orang lain. Maka dari itu untuk membentuk atau menciptakan sosok-sosok calon pemimpin yang berkarakter adalah dengan menerapkan pendidikan karakter sejak usia dini dan salah satu caranya adalah dengan menerapkan gerakan literasi. Jika saya menjadi pemimpin Indonesia saya akan menggencarkan gerakan literasi dan menguatkan pendidikan karakter anak usia dini di Indonesia. 

 


Comments