Sering sekali kata-kata ini
diucapkan oleh banyak orang. Indonesia adalah negeri yang kaya raya, gemah
ripah loh jinawi dan kata-kata sanjungan lainnya. Memang, sumber daya alam
negeri ini sangat banyak dan melimpah ruah. Tapi apakah hasilnya bisa dinikmati
semua penduduk dan menjadikan Indonesia makmur? Jawabnya sangat jelas, belum.
Pertambangan emas terbesar dan kualitas yang tak diragukan lagi berada di bumi
pertiwi, di tanah yang dibangga-banggakan msyarakatnya. Tetapi sejak dahulu
bangsa ini tak pernah bisa mendapatkan hasil dari sumber daya alamnya sendiri.
Para pejabat negara berdalih bahwa bangsa ini belum bisa mengolah SDA sendiri
karena keterbatasan SDM. Kita memang belum bisa mengolah, tapi kita bisa
mengatur yang terbaik untuk Indonesia. Kita bisa mempekerjakan tenaga asing
utuk bekerja di tanah kita sendiri. Dengan seperti itu keuntungan untuk bangsa
kita jauh lebih besar.
Dengan seperti itu kita tidak perlu
teken kontrak dengan negara lain untuk mengolah SDA kita. Untuk apa kita teken
kontrak tapi kita tidak mendapatkan hasil. Dari seratus persen hasil yang
mereka dapat berapa persen yang diberikan kepada kita, sangat sedikit.
Masyarakat kita juga harus bekerja sebagai buruh di tanah sendiri. Alasan
karena belum mampu mengolah, itu sudah alasan kolot. Banyak anak-anak negeri
ini yang pandai dan bersaing di kancah internasional. Tetapi, karena mereka
tidak dihargai di negeri sendiri, mereka kabur ke negara orang. Disana mereka
merasa kemampuan mereka lebih dihargai dari pada hanya sekedar uang. Mereka bisa mengolah SDA Indonesia yang kaya
ini. Satu lagi alasan muncul, yakni ketidakpunyaan alat yang canggih. Indonesia
bisa membeli hanya saja uangnya dipergunakan para remburu rente itu untuk
mengisi perutnya sendiri.
Setiap ada proyek pembangunan,
pembelian alat-alat canggih tidak pernah lepas dari para pemburu-pemburu rente.
Proyek pembangunan gedung olahraga juga menjadi salah satu proyek yang masuk
perangkap rente. Padahal pembangunan gedung itu bertujuan itu untuk memberikan
fasilitas kepada para atlet Indonesia agar bisa mengharumkan nama bangsa justru
mangkrak beberapa tahun lalu. Jika sudah seperti ini pemuda pemudi Indonesia
yang seharusnya juara bisa menjadi tidak juara. Usaha dan do’a memang nomor
satu tetapi fasilitas yang mendukung juga menjadi salah satu faktor kemenangan.
Contohnya, jika tempat istirahat atau camp atlet tidak nyaman itu akan
berdampak pada kebugaran tubuh atlet. Mereka tidak akan bisa bermain lepas jika
kondisi tubuh mereka tidak fit. Kalau sudah seperti itu pasti yang kembali
disalahkan adalah sang atlet. Padahal mereka sudah berusaha semaksimal mungkin.
Bukan atlet yang seharusnya disalahkan tetapi para pemburu-pemburu rente yang
sibuk mengisi perutnya tanpa memikirkan nasib bangsa. Para pemburu rente itu
tak lain adalah pejabat-pejabat yang mempunyai pengaruh di negeri ini. Meskipun
tidak semua pejabat tidak seperti itu, tetapi rata-rata para pejabat itu merasa
kurang dengan apa yang mereka miliki.
Masalah politisasi tidak hanya terjadi
di luar lapangan, tetapi juga di dalam lapangan. Contohnya sepak bola, ternyata
pengaturan skor sudah terjadi sebelum pertandingan dimulai. Kelihatannya saja
para atlet bermain keras berusaha melesatkan gol ke gawang lawan, tetapi
hasilnya tetap akan sesuai skor yang telah diatur. Bagaimana olahraga di negeri
ini akan bangkit dan menunjukkan taringnya. Apa sesungguhnya yang diinginkan
para pelaku-pelaku politisasi di negeri ini. Para pelaku sekaligus pemburu
rente ini sudah pasti pejabat yang bersangkutan. Siapa lagi kalau bukan pejabat
karena mereka yang mempunyai sangkut pau dengan proyek tersebut. Semua prestasi
seperti tak ada harganya lagi. Serendah itukah prestasi anak negeri ini, sampai
tak ada yang mendukung masa depan mereka selanjutnya. Semua tertutup oleh uang.
Bukankah hal seperti itu hanya akan memalukan dia dan bangsanya sendiri. Mereka
dengan bangganya melalukan hal seperti itu tanpa rasa malu dan memikirkan nasib
rakyat.
Dari pada uang negara
dihambur-hamburkan untuk mengisi para pemburu rente lebih baik digunakan untuk
memperbaiki fasilitas-fasilitas umum yang sudah disediakn pemerintah seperti
bus, kereta api, dsb. Tetapi lagi-lagi kualitas yang seharusnya menjadi hak
masyarakat harus dikorbankan karena perilaku pemburu-pemburu rente. Aspirasi
rakyat hanya didengar. Tidak ada bukti nyata dari dewan-dewan yang mengaku
wakil rakyat. Wakil rakyat yang akhirnya menjadi pemburu rente juga. Yang kaya
makin kaya yang miskin makin miskin.
Bagaimana SDM Indonesia akan maju
kalau dana, fasilitas dan penghargaan yang seharusnya diterima oleh pejuang
negeri ini tak didapat. Apabila pertambangan kita di Papua dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin, keuntungan akan besar dan kembali ke tangan kita sendiri. Dari
dana itu kita bisa membangun negeri, pendidikan akan merata di seluruh
Indonesia dan kita akan mempunyai SDM yang berkualitas baik. Kita ingin negara
kita dipandang baik, maka perilaku kita juga harus baik. Jangan mempermalukan
bangsa sendiri. Kalau para atlet sudah berusaha dengan keras dan berdo’a
kemungkinan besar kemenangan akan bisa mereka genggam. Para pemburu rente
janganlah ikut campur kalau untuk main layaknya atlet saja tidak mampu. Jamin
kelayakan untuk atlet agar mereka bisa berjuang dengan baik demi Indonesia.
Perbaiki fasilitas umum bila ingin menjaga lingkungan dan mengurangi kemacetan
dan menata tata letak kota agar senantiasa sejuk.
Beri penghargaan pada mereka yang
berprestasi. Jangan hanya karena uang prestasi mereka tergerus, seperti masuk
kuliah. Beri kesempatan mereka yang memang benar-benar memenuhi kriteria jangan
karena mereka mempunyai uang. Karena jalan ini adalah awal terbentuknya
sifat-sifat pemburu-pemburu rente ini. Penanaman karakter yang baik adalah
pondasi yang baik untuk menumbuhkan generasi-generasi unggul yang sehat dan
berakhlak terpuji. Bisa dilihat jika para pemburu rente ini tidak ada di muka
bumi Indonesia, Indonesia sudah bisa sejajar dengan negara-negara maju lainnya
di dunia.
topiknya kekinian nanda..jossss
ReplyDeleteHehe,,terima kasih Pak.Mohon bimbingannya
ReplyDeleteHehe,,terima kasih Pak.Mohon bimbingannya
ReplyDelete