Bukan lautan tapi kolam susu, ikan dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai
tiada topan kau temui ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Lagu itu sering sekali kudengar sesering telingaku mendengar orang
berkata bahwa bahwa tanah surga itu hanya katanya, padahal kondisi tak seperti
namanya. Indonesia sudah 70 tahun merdeka tapi masih gitu-gitu aja, itulah
ungkapan beberapa orang,mungkin karena kesal negeri ini tak mengalami
perkembangan seperti yang mereka inginkan. Definisi berkembang memang beda-beda
setiap orang, yah kebanyakan sih cuma bisa ngomong doank tanpa melakukan
tindakan apapun. Sebagai seorang mahasiswa aku berusaha semampuku untuk ikut andil memperbaiki negeri ini menjadi lebih
baik.
“ Mahasiswa itu kerjanya demo saja
padahal biaya sekolah mereka itu tidak murah”
“ Iya, fasilitas umum juga mereka
rusak”. itulah opini beberapa orang tukang ojek di pinggir jalan yang ku dengar
ketika lewat.
Pak, mahasiswa
itu demo bukan tanpa alasan, kami ini memperjuangkan aspirasi rakyat yang belum
tersampaikan oleh wakil rakyat kita,
gumamku dalam hati. Sekarang lihat negeri ini, korupsi dimana-mana, penguasa
yang tidak amanah, tidak meratanya kehidupan ekonomi, pendidikan dsb. Melalui
mahasiswa inilah beragam aspirasi rakyat itu bisa tersampaikan, untuk masalah
merusak fasilitas umum, sebetulnya demo itu hanya menyampaikan aspirasi bukan
merusak hanya saja ketika mereka menyampaikan aspirasi kurang ditanggapi oleh
pimpinan atau bahkan tak direspon, maka dari itu untuk menarik perhatian
pimpinan mereka kadang merusak beberapa fasilitas umum.
“ Ilham, Alifa”…
teriak Dafa memanggil dari jauh.
“ Iya”.
Dafa mengajakku
dan Alifa untuk pergi ke perbatasan Papua. Aku dan Alifa kaget mau ngapain
Ilham pergi jauh ke wilayah ujung timur Indonesia. Ia mengatakan bahwa kemarin
ada program yang menyeleksi ribuan orang untuk mengajar di daerah-daerah
pelosok, tapi mereka ketinggalan infonya, kalau mau ikut tahun depan mereka sudah
sibuk skripsi.
“Mumpung
sekarang lagi liburan, apa salahnya diisi dengan hal-hal yang bermanfaat
seperti berkunjung ke saudara-saudara kita yang jauh disana”. Kata Dafa.
“ Terus kita
disana mau ngapain Daf? Tanya Alifa.
“ Selain berkunjung
kita kan juga bisa berbagi ilmu, setelah itu kita liburan, di Papua kan banyak
tempat wisata yang bagus-bagus”.
“ Wah ide bagus
tuh, sekalian kita travelling”. Sahut Ilham.
Mereka memang
mahasiswa yang keren selain pintar akademiknya, aktif organisasi mereka juga
seorang entrepreneur. Melalui tangan kreatif mereka sampah plastik yang tak
berguna bisa menjadi barang yang mempunyai nilai seni tinggi dan tentunya
menghasilkan uang. Tak hanya itu, sebagai mahasiswa sastra Inggris mereka juga
bekerja di sebuah bimbel ternama sebagai tutor bahasa Inggris. Dari situlah
mereka bisa menghasilkan uang untuk berbagi dengan anak-anak jalanan yang belum
seberuntung mereka.
Hari ini aku,
Alifa dan Dafa akan berangkat ke ujung timur Indonesia. Sejak SMA kami sudah
bersahabat dan alhamdulillah persahabatan kami bisa awet sampai sekarang. Petualangan
kali ini dimulai dari bandara Soekarno
Hatta, kami memilih untuk naik pesawat untuk mempersingkat waktu.
“ Cari tiket
yang murah-murah aja” kata Dafa..
“ Yoi Broooo”
sahut Ilham dan Alila.
Setelah
beberapa jam di pesawat akhirnya kami sampai di tanah yang dikenal dengan
kekayaan tambangnya. Kami sempat kebingungan akan tinggal dimana karena tak
punya sanak saudara di sini. Lanjutkan perjalanan saja sambil meniknati
pemandangan di Papua. Satu jam kami berjalan di tengah panasnya cuaca Papua, di
tengah jalan kami bertemu dengan seorang tentara, beliau adalah seorang
komandan, kami bertanya kendaraan apa yang harus kami naiki untuk bisa sampai
ke daerah perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini.
“
Kalian mau apa ke daerah perbatasan?” Tanya Pak Komandan.
“
Kami ingin berkunjung ke saudara-saudara kami di sana Pak”. Jawab Ilham.
“
Kalian punya saudara disana?”
“
Tidak Pak, maksudnya saudara sebangsa dan setanah air” lanjut Ilham.
Alhamdulillah
Pak Komandan mengajak kami untuk pergi bersama beliau dengan naik mobil
tentara. Kami berkenalan dan bercakap-cakap dengan beberapa tentara yang ada di
mobil. Setelah sampai kami ditawari untuk tinggal di camp tentara atau di rumah
penduduk. Kalau aku dan Dafa tinggal di rumah penduduk saja, untuk Alila lebih
baik tinggal di rumah penduduk karena ia satu-satunya perempuan di antara kami.
Pak komandan meminta kami untuk memberi pengajaran pada anak-anak daerah
perbatasan karena pendidikan disana masih jauh kualitasnya dengan kita yang ada
di perkotaan.
“
Siap Pak, tujuan awal kami kesini memang untuk itu sebenarnya” kata Dafa.
Guru
disana sebagian besar adalah guru pendatang yang ditugaskan untuk mengajar
anak-anak di perbatasan dan jumlahnya pun sedikit. Kami diantar Pak Komandan
pergi menuju sekolah yang disana kami akan berbagi ilmu.Guru-guru disana
memberikan kami waktu untuk bertatap muka dan berbagi ilmu dengan adik-adik.
“
Selamat pagi adik-adik” suara nyaring Alila membangkitkan semangat adik-adik
untuk belajar matematika hari ini, meskipun mahasiswa sastra Inggris jangan
diragukan kemampuan matematikanya. Tak hanya mengajar di sekolah Alila juga
mengizinkan anak-anak untuk belajar di rumah Ibu Warima, ibu angkatnya selama
di Papua. Di hari-hari biasanya yang mengajar PKN atau kewarganegaraan adalah
mas Anwar salah satu tentara yang sedang tugas disini, para tentara juga bisa
mengajar loh, keren. Suatu saat mas Anwar telat datang mengajar karena membantu
salah seorang warga pergi ke posko kesehatan karena sedang sakit. Karena
kemarin aku dan Dafa sudah menggantikan beberapa guru yang absen, hari ini kami
memberi kesempatan kepada Alila untuk mengajar.
Di
tengah-tengah pelajaran ternyata mas Anwar datang, ia langsung masuk kelas
karena tak tahu ada Alila di dalam.
“
Selamat pagi adik-adik”. Ia pun sangat kaget melihat ada seorang guru di kelas.
“
Maaf bu, saya tidak tahu kalau ternyata sudah ada penggantinya” kata mas Anwar.
“
Tidak apa-apa Pak, saya yang minta maaf karena tadi saya lihat kelas kosong,
makanya saya isi”.
Ciyeeeee……
suara anak-anak di kelas menyoraki mereka berdua yang berdiri di depan. Setelah
sekolah selesai mas Anwar dan Alila pulang bersama, mereka berbincang-bincang
sampai tiba di camp, Alila mengunjugi kami yang tinggal bersama para tentara
ini. Kami berdua ikut meledek Alila yang baru datang dengan jalan berdua
bersama pak tentara.
“Ciyeee Alila udah ada perkembangan
nih?” ledek Ilham.
“ Apa sih gak, kalian ini “ sahut
Alila.
Sejak
kejadian itu Alila sering bertemu mas Anwar di sekolah dan sepertinya mas Anwar
menyukai Alila begitu juga sebaliknya. Teman kami yang satu ini memang cantik,
baik, pintar, sopan dan sholehah. Menurut pengamatan kami mereka berdua memang
cocok karena mas Anwar juga keren, ganteng baik,sabar dan sholeh. Esok adalah
hari terakhir kami disini, setengah bulan sudah kami hidup dengan
saudara-saudara kami di ujung timur Indonesia. Kami mengadakan perpisahan dengan
warga sekitar dan para tentara. Di saat kami mengadakan game Alila dan mas
Anwar kena hukuman akhirnya mereka berdua dihukum dengan menyanyi bersama.
Diam-diam
mereka berdua menyimpan perasaan yang sama, kami semua berniat membantu mas
Anwar mengungkapkan perasaannya pada Alila karena mas Anwar orangnya pendiam.
Akhirnya setelah acara selesai mas Anwar memberanikan diri untuk berkata pada
Alila, di luar dugaan kami mas Anwar nembak sekaligus mengkhitbah Alila sebelum
nantinya ia akan ke rumahnya untuk bertemu orang tua Alila. Alila akan menerima
bila orang tuanya menerima mas Anwar. Keesokan harinya kami pun pulang dan
saatnya travelling beberapa jam di
Papua. Selang beberapa minggu kemudian waktu tugas mas Anwar selesai dan ia
kembali ke Semarang tempat kelahirannya, lalu pergi ke rumah Alila di Solo
untuk meminang Alila ke orang tuanya. Kami senang dan bersyukur disamping bisa melihat
keindahan kota Papua, melihat keanekaragaman orang yang tinggal disana, berbagi
ilmu dan pastinya teman kami yang paling cantik, Alila bertemu jodohnya di bumi
Cenderawasih.
Comments
Post a Comment